“Ri, dengerin dulu. Mamah belum selesai bicara.”
“Tapi mah, Furri gak mau. Mamah tau kan?” kataku mulai kesal.
“Iya, tapi kamu mau kemana?” tanya mamah lagi.
“Furri capek mah sama semua rencana yang mamah dan papah buat. Meningan Furri pergi mah.” kataku sembari meninggalkan mamah. Mamah yang dari tadi menarik tanganku perlahan melonggarkan pegangannya juga.
***
Hmm, sore yang indah. Cukup cerah sih, tapi tetap tidak bisa menyembunyikan wajahku yang kian semrawut. Rumah rasanya seperti neraka! Semua orang di dalamnya menyebalkan! Akhir-akhir ini aku sering menghabiskan waktu di luar rumah. Kalau menghabiskan waktu di rumah, hanya akan menyulut api yang berakhir menjadi sebuah pertengkaran tiada akhir. Aris, adikku yang baru 7 tahun sudah pandai merancang jebakan-jebakan layaknya jebakan yang ada di film Home Alone. Lalu Tini, anak Mbok Iyem yang centilnya kebangetan.
Terlintas di pikiranku untuk minta antar Mas Timin ke cafe langgananku, tapi langsung ku urungkan niat itu. Terakhir aku minta antar Mas Timin ke rumah Nayla, Mas Timin malah mengantarkan aku ke rumah Dion. Saat itu Dion sedang duduk-duduk di teras rumahnya. Jadi, ketika aku turun dari mobil, reflek Dion langsung menatapku dengan penuh kecurigaan. Aduh, peristiwa yang sangat memalukan...
Saat ini mamah adalah sosok orang yang paling menyebalkan dalam hidupku. Sudah banyak ulah yang dilakukannya. Bersama papah, semua ide gilanya dengan mudah dapat terwujudkan. Mereka pernah berniat untuk membeli sepasang harimau yang akan mereka pelihara di halaman belakang rumah. Tapi, untunglah semua tidak menjadi nyata. Pasalnya, ketika mereka akan membeli harimau itu, aku menolak mentah-mentah dan mengancam akan minggat dari rumah. Kalau perlu, aku ikhlas guling-gulingan di tanah asalkan mereka mengurungkan rencananya itu.
Salah satu rencana gilanya adalah menjodohkanku dengan lelaki yang sama sekali tidak aku kenal. Ini kan bukan zaman Siti Nurbaya lagi! Aku bisa menentukan pasangan hidupku sendiri. Apalagi, aku sudah menginjak semester 4 di perguruan tinggi. Jadi, sah-sah saja kan kalau aku menolak? Syukur-syukur kalau memang lelaki yang mamah jodohkan itu tampan seperti Leonardo DiCaprio. Nah, kalau ternyata wajahnya itu seperti Michael Jackson yang mengalami tabrakan dan mendapatkan luka serius di daerah wajahnya, bagaimana? Pasti jauh dari apa yang aku harapkan.
Sambil berjalan ke cafe langgananku, sesekali aku melihat layar handphone kesayanganku. Siapa tau Nayla menghubungiku. Nayla sudah berjanji untuk menemaniku pergi hang out hari ini. Bagiku, Nayla sudah seperti saudaraku sendiri. Kita sudah akrab dan dekat semenjak kita duduk di bangku kelas 1 SMA. Kemanapun aku pergi, pasti selalu ada Nayla. Dia juga selalu jadi tempat curhat sekaligus tempat pelampiasan apabila aku sedang kesal. Ada kemungkinan kalau sekarang pun dia akan jadi tempat pelampiasanku lagi.
Mumpung sepi, aku mencari kesempatan untuk mengoleskan lipgloss ke bibirku. Walaupun sedang kesal, aku harus tetap terlihat cantik di hadapan Nayla sekalipun. Sekali lagi aku melihat jam tanganku. Sudah jam 16.00, sepertinya Nayla sudah menungguku disana. Segera aku berlari ke cafe langgananku yang sekarang hanya berjarak beberapa meter saja.
“Hey, udah lama nunggunya?” kataku memulai pembicaraan.
“Lumayan. Eh, kok muka lo bete gitu? Emangnya lo mau curhat apaan?” kata Nayla. Akhirnya aku menceritakan semua yang telah terjadi.
“What?!! Serius lo? Mau dijodohin sama siapa?” kata Nayla kaget setengah mampus.
“Gak tau gue. Gila kan?”
“Trus, gimana dong nasibnya si Charles?” Nayla menyebutkan nama orang yang aku kagumi setengah mati.
“Pokoknya, gue bakal ngedapetin Charles, dan gue harus ngegagalin tuh perjodohan, apapun yang terjadi!” kataku dengan semangat 45.
***
“Ri, darimana aja?” tanya mamah sesampainya aku di rumah.
“Dari cafe mah, sedikit cari angin. Sambil sekalian ngilangin boring.” kataku lesu.
“Ri, masalah yang tadi...”
“Mah, Furri lagi gak mau berdebat sama mamah. Furri mau ke kamar aja, Furri capek banget.”
“Tapi mamah yakin, kalau dia itu orang yang cocok untuk kamu. Mamah yakin kamu pasti suka.”
“Hmm...” aku langsung berlalu ke kamarku tanpa babibu lagi.
Setibanya di kamar, aku langsung merebahkan tubuhku di atas ranjang. Udara dingin mulai masuk lewat ventilasi udara. Semua perasaan kesal yang menyerang, kini sudah mulai hilang sedikit demi sedikit. Setelah di ingat-ingat, ternyata aku sudah menempati kamar ini kurang lebih 20 tahun. Bisa di bilang, kamar ini adalah markas yang tanpa pamrih selalu ada buatku, sekali pun berantakan dan tak pernah di bereskan.
Pelan-pelan mataku mulai panas dan basah. Aku pun menangis sejadi-jadinya. Aku tak pernah tau, bagaimana nasibku dan dengan siapa kelak aku akan menikah. Oh god, hidup ini terasa berat untukku, seorang anak remaja yang berwajah pas-pasan yang kata orang sih sedikit manis dan pintar dalam bidang komputer dan matematika. Ah, hidup memang sebuah jeruji besi yang di balut oleh emas yang berkilauan.
Dengan lantang aku pun berteriak, “aaggrrh... semua orang memang gilaaa!!” dan tanpa di sadari mataku pun terpejam. Aku pun tertidur pulas.
***
Remang-remang aku mulai tersadar dari tidur panjangku. Eiich, tapi tunggu. Tidur panjang? Berarti aku...?
“Mampus gue!!! Gue kesiangan!!!” teriakku sambil berlari tunggang langgang ke kamar mandi. Karena sadar aku bangun kesiangan, aku pun hanya sempat mandi capung. Kalian tau kan mandi capung? Itu loh, mandi yang tidak jelas dan tidak di ketahui tingkat kebersihannya. Dan itu adalah salah satu rahasiaku, dan cuman Nayla yang tau. Setelah dandan seadanya dan tidak lupa mengoleskan lipgloss di bibirku, aku langsung berlari ke ruang makan. Aku sama sekali tak bisa sarapan dengan tenang, sampai akhirnya aku memaksakan untuk pergi ke kampus dengan makanan yang masih tersisa.
“Furri, makanannya kok gak di habisin?” tanya mamah heran.
“Gak mah, Furri udah telat, too late.” kataku sambil terus berlari tanpa menengok ke belakang.
Mungkin hari ini hari apesnya aku kali yah? Setibanya di halte, ternyata angkot jurusan kampusku telah penuh semua. Dan ternyata, penderitaanku tak cukup sampai disini. Byuuur!! Bajuku kecipratan air kubangan!! Huh, dasar angkot sialan!! Apa salahku sih? Sebal...
Karena bajuku masih basah, sesekali aku mengibas-ngibaskan bajuku sambil memelototi setiap orang yang lewat. Apa mereka tau kalau sekarang aku sedang menderita? Apa mereka tau kalau aku kekeringan disini gara-gara saking lamanya menunggu angkot? Sampai akhirnya aku jadi basah kuyup seperti ini setelah angkot tadi lewat dan aku kena cipratan airnya. Ah, jadi bingung. Sebenarnya mereka daritadi terus melirik dan melihat ke arahku karena aku memang cantik atau hanya ingin mempermalukan aku saja?
Lambat laun, aku mendengar suara motor mendekatiku. Tapi kalau dipikir-pikir, siapa juga yang mau mengantarkan aku sampai ke kampus? Masa Nayla? Dia kan selalu berangkat pagi. Mana mungkin dia terlambat. Lagipula, Nayla tidak punya motor. Kalau Dion? Ah, jangan terlalu berharap pada anak yang satu ini! Dion itu anaknya pelit merkedit dan gengsian. Mana mau dia membonceng aku. Wah, ngimpi kali yeeeh...
Aku dengar suara itu baik-baik, dan ternyata benar. Motor itu sekarang telah berhenti di sebelahku. Hatiku mulai dagdigdug tak karuan. Apa orang ini mau menculikku? Aduh, jangan dong, aku masih ingin hidup. Lagian juga, tak akan ada untungnya kok apabila dia menculikku.
“Eh, Furri ya?” tanya lelaki yang aku tak tahu sosoknya seperti apa.
“Hmm, iya.” Jawabku singkat sambil terus menunduk. Tapi sepertinya aku kenal dengan suaranya itu. Kira-kira, suara siapa ya? Kok aku jadi pikun gini? Pokoknya yang sekarang aku pikirkan hanyalah pasrah dan tawakal, itu saja.
“Ini gue Charles! Remember me?” kata lelaki itu lagi. Dan layaknya di setrum listrik, kepalaku yang daritadi tertunduk langsung menjadi tegak. Semua ini seperti mimpi. Karena secara logika, mustahil seorang Charles menghampiriku dan menyapaku seperti saat ini.
“Hey, lo ngapain disini?” tanya Charles lagi.
“Gak lagi ngapa-ngapain kok. Gue cuman lagi nungguin angkot aja, mau ke kampus. Tapi masalahnya, angkot yang lewat penuh semua. Jadinya gini deh, nunggu sampe garing...” kataku mulai berani menatap matanya yang coklat.
“Oh, mau ke kampus? Bareng gue aja! Mau gak?” tanya Charles. Aku pun kaget dan langsung mengangguk girang.
Sepanjang jalan, jantungku tak bisa berdetak dengan normal. Aku merasa nervous ada di dekatnya. Apa ini yang namanya cinta? Dan satu hal lagi, sekarang dia menggenggam tanganku dan menarik tanganku agar berpegangan ke tubuhnya dengan erat. Mungkinkah dia merasakan semua yang aku rasakan? Aku pun terlarut dalam suasana dan akhirnya menyenderkan kepalaku ke punggungnya.
***
Setelah insiden kemarin, aku dan Charles semakin akrab dan semakin dekat. Tak jarang dia mengantarkan aku berbelanja ke mall. Sepertinya dia nyaman ada di sampingku, dan aku pun merasakan hal yang sama. I always fell comfortable beside him. Malah, karena saking akrabnya, tak jarang yang menyebarkan gosip bahwa kita ini sedang menjalin asmara. Jujur, aku sama sekali tak marah mereka berkata seperti itu, karena itulah yang aku inginkan. Charles malah sama sekali tak menggubris berita miring itu. Toh, kita memang sudah seperti adik kakak.
Setiap berangkat ke kampus, dia selalu menjemputku. Dan pulangnya dia selalu mengantarkanku, walaupun tanpa aku pinta. Yah, itung-itung ojeg gratis. Nayla yang sudah mengetahui tentang perkembangan pesat ini, sekarang tambah getol-getolnya memberiku tips dan saran mujarab turun temurun keluarganya. Mulai dari tatanan rambut, baju, sepatu, dll. Giliran aku salah sedikit saja, dia bisa ngomel-ngomel tanpa hentinya.
Tapi walau bagaimanapun, she is my best friend. Dia selalu ada buatku, dia selalu membantu semua masalah yang aku alami. Aku tak ingin menyakiti perasaannya walaupun cuman sekali. Aku pun tersadar dari lamunanku. Sayup-sayup aku mendengar pintu kamarku di ketuk. Tok..tok..tok...
Akhirnya aku bangkit dan segera membukakan pintu kamarku.
“Furri, mamah gak ganggu kan?” tanya mamah seraya melongokkan kepalanya ke dalam kamarku.
“Engga kok mah, Furri cuman lagi tidur-tiduran aja. Masuk mah...” kataku mempersilahkan mamah masuk. Mamah duduk di tempat tidurku yang acak-acakan di susul olehku yang duduk di sebelah mamah. Muka mamah terlihat resah.
“Ri, mamah mau ngenalin kamu sama lelaki yang mamah mau jodohin buat kamu. Please, cuman untuk 1 kali ini aja. Mamah gak akan maksa kok.” Kata mamah dengan tatapan nanar dan putus asa. Suaranya pun mulai terputus-putus karena khawatir melukai hatiku.
Sejujurnya, aku enggan menghadapi situasi seperti ini. Apalagi kalau aku mesti menemui lelaki itu. Tapi, di sisi lain, aku juga sangat penasaran dengan lelaki pilihan mamah. Lagipula, tak ada salahnya kan untuk membahagiakan hatinya mamah hanya untuk kali ini saja? Maka dengan mantap aku pun menjawab, “Iya, Furri akan nurutin kemauan mamah.”
***
Jam 19.30, waktu yang mamah tentukan untukku bertemu dengan lelaki misterius itu. Di cafe langgananku, aku menunggu mamah dan lelaki itu dengan perasaan resah. Berkali ku lihat jam di tangan, ternyata baru jam 19.15. Dan itu artinya masih ada waktu 15 menit lagi untuk menyiapkan mentalku menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Mamah memilih untuk datang dengan lelaki calon pendamping hidupku itu.
Karena saking tegangnya, berkali-kali tangan dan keningku mengeluarkan keringat dingin. Akhirnya tak lama berselang, datanglah mamahku dengan wajah sumringahnya yang khas. Aku bisa menebak kalau mamah saat itu sedang senang luar biasa. Tapi, ada satu hal yang membuatku aneh, dimana lelaki misterius itu? Mamah yang menyadari sikap anehku langsung angkat bicara.
“Tunggu, dia udah dateng kok. Sekarang, kamu tutup mata kamu dulu.” kata mamah. Aku yang sedang kalang kabut akhirnya menuruti apa yang di perintahkan mamah. Mamah pun menutup mataku dengan selembar kain dan menuntunku ke sebuah tempat. Rasa bingung, resah, dan tegang mulai muncul kembali. Sampai akhirnya mamah memerintahkanku untuk membuka tutup mataku.
Oh my God!!! Aku tak percaya dengan apa yang sedang aku lihat sekarang. Sesosok tubuh jangkung besar sedang berdiri di hadapanku. Mukanya yang familiar membuatku berdecak. Ternyata lelaki itu CHARLES!!! Perlahan, dia mulai menghampiriku. Dan aku pun langsung memeluk Charles erat-erat.
Dulu aku pernah bermimpi untuk melanjutkan hidupku dengan orang yang aku cintai. Dan sekarang, orang itu sedang ada dalam pelukanku. Aku pun berbisik pelan.
“I will never let you go. Please never go away from my life and always beside me. For now, tomorrow and forever...”
TAMAT